Asalberbagi.com - Berikut ini adalah sebuah tulisan yang sempat admin asalberbagi.com
baca di media blogger perempuan berisikan tentang perbedaan antara
pacaran dan tunangan,mudah-mudahan dapat bermanfaat bagi kalangan remaja
yang sedang mengalami puber berat,agar senantiasa tidak terjebak
kedalam hal-hal yang tidak diinginkan apalagi yang dilarang dalam agama.

Pada usia remaja
sampai masa pemuda/i terdapat hormon Phenylethy Laminy, secara populer
disebut PEA. PEA hanya berumur 3 sampai 28 hari [pada hampir semua
jenjang tahun usia], dan berfungsi sebagai pembuat terpesona kepada
lawan jenis. [Pada remaja putri, ± 11-12 thn dan untuk putra ± 13-14
tahun .PEA mulai bekerja dan membawa perubahan secara hormonal: membuat
gembira; terus tersenyum; tekanan darah, suhu tubuh, dan gula darah
naik; denyut jantung berdetak lebih cepat, tangan berkeringat; salah
tingkah, pengen ketemu; berdebar-debar ketika melihat dia yang membuat
terpesona; suka dan menanti tatapannya;merasa cocok hanya karena ia
merespons sikap dan senyum;berusaha sekuat mungkin menyenangkan dan
menarik perhatian dia yang terus menerus membuat terpesona.
Selain persahabatan, salah satu bentuk hubungan antara manusia [terutama
laki-laki dan perempuan] yang intens adalah pacaran. Pacaran adalah
proses seorang laki-laki atau perempuan menemukan adanya kesepadanan
antara keduanya, dengan tujuan membangun keluarga; suatu proses untuk
saling mengenal antara dua orang [laki-laki dan perempuan]. Karena itu,
masa pacaran adalah waktu untuk menemukan [dan temukan] pasangan yang
tepat dan terbaik agar menjadi suami atau isteri.
Akan tetapi,
seiring dengan perkembangan sosial, budaya, psikologis, dan lingkup
pergaulan, maka hakekat pacaran tersebut telah bergeser. Tidak semua
masa pacaran berakhir dengan perkawinan. Pada kondisi tertentu, pada
satu sisi, pacaran hanya sebagai hubungan sosial yang hampir tidak
bermakna dan sekedar mengisi kekosongan; sehingga terjadi berganti-ganti
pacar. Namun, di sisi lain, pacaran merupakan suatu proses yang
bermakna karena menentukan hidup dan kehidupan selanjutnya. Dengan
demikian, pacaran dikategorikan menjadi pacaran gaul [dalam rangka
pergaulan] dan pacaran menuju perkawinan.
Pacaran dalam rangka
pergaulan. Merupakan pacaran karena memang harus pacaran. Berpacaran,
karena alasan yang beragam untuk menjalaninya, misalnya, agar dianggap
sudah dewasa; dan juga karena orang lain sudah pacaran, dan saya harus
lakukan yang sama; dan hampir tidak ada satupun alasan untuk meneruskan
ke jenjang pernikahan. Bisa terjadi atau dilakukan oleh remaja usia
belasan tahun; atau bahkan mereka yang sudah mahasiswa. Biasanya hanya
merupakan sarana untuk mengisi kebutuhan agar bisa dicintai atau
mencintai seseorang atau orang lain [yang bukan anggota keluarga].
Pacaran gaul, pada umumnya karena adanya daya tarik erotis, misalnya
wajah cantik atau ganteng, postur tubuh, kesamaan hobi serta minat, dan
lai-lain. Sehingga gaya hubungan yang terjadi bersifat kegiatan untuk
mengisi waktu luang; pergi berdua; sarat dengan cemburu dan
pertengkaran; selalu mau dinomersatukan. Jika ada ketidakcocokkan maka
jalan terbaik adalah bubarnya hubungan.
Pacaran menuju perkawinan
atau pernikahan. Merupakan membangun relasi [antar lawan jenis] dengan
suatu kepastian; biasanya sudah atau telah melewati berbagai
pertimbangan yang matang; dan bahkan tidak mementingkan daya tarik
erotis atau tampilan fisik tertentu. Karena adanya tujuan yang pasti
tersebut, tidak lagi diisi dengan sekedar hura-hura masa muda, tetapi
melakukan pengenalan mendalam tentang kepribadian, keterbukaan,
kejujuran serta kesetiaan karena Agape.
Pengenalan kepribadian;
menyangkut sifat, sikap, kedewasaan psikologis dan rohani, luasnya
wawasan dan sebagainya. Keterbukaan; menyangkut latar belakang status
sosial, keluarga, pendidikan, pekerjaan, dan lain-lain. Kejujuran;
hampir sama dengan keterbukaan, namun lebih menyangkut kesusaian antara
kata dan kenyataan. Kesetiaan; menyangkut ketaatan pada komitmen yang
telah dibuat atau disepakati bersama.
Pada saat ini,
mementingkan saling pengertian, pengenalan dan penyesuaian kepribadian.
Dalam sikon itu, ada batasan yang harus disepakati dan ditaati bersama,
misalnya, menghindari sikon yang menjadikan perasaan dan seluruh
perhatian hanya ditujukan kepada dia, akibatnya tidak mampu melakukan
apapun secara normal dan teratur; menghindari gangguan akademis, hasil
ujian jeblok, terganggu kesehatan tubuh dan kesehatan jiwa; tidak
terbuai dan tergoda melakukan tindakan-tindakaan seksual atau hubungan
seks pra-nikah dan di luar nikah; saling mendorong dalam perkembangan
dan pertumbuhan akademis, kedewasaan rohani; dibungkus oleh Agape atau
kasih sayang yang sejati.
Masa pacaran menuju perkawinan
biasanya diakhiri atau diteruskan ke jenjang pertunangan [atau langsung
ke perkawinan]. Pertunangan merupakan suatu prosespengenalan yang lebih
intens (pada berbagai aspek) sehingga memunculkan titik-titik kesamaan
(serta menemukan hal-hal beda dab berbeda) pada dua orang (laki-laki dan
perempun) sebelum mereka menikah (sebagai suami-isteri, membangun
keluarga).
Pacaran dalam rangka pergaulan. Merupakan pacaran
karena memang harus pacaran. Berpacaran, karena alasan yang beragam
untuk menjalaninya, misalnya, agar dianggap sudah dewasa; dan juga
karena orang lain sudah pacaran, dan saya harus lakukan yang sama; dan
hampir tidak ada satupun alasan untuk meneruskan ke jenjang pernikahan.
Bisa terjadi atau dilakukan oleh remaja usia belasan tahun; atau bahkan
mereka yang sudah mahasiswa. Biasanya hanya merupakan sarana untuk
mengisi kebutuhan agar bisa dicintai atau mencintai seseorang atau orang
lain [yang bukan anggota keluarga].
Pada proses itu, perlu proses untuk mengetahui apakah ia [laki-laki dan perempuan] adalah jodohku atau bukan, yaitu,
Kasih, agape bukan sekedar eros dan philia. Bukan sekedar cinta karena
daya tarik erotis tertentu, melainkan kasih yang mempersatukan dan
menyempurnakan. Agape harus terbangun di antara laki-laki dan perempuan
yang ingin membangun keluarga. Dalam agape ada kesabaran; tidak cemburu;
tidak memegahkan diri dan tidak sombong; kesetiaan; ketulusan; saling
menghargai; termasuk tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari
keuntungan diri sendiri, dan lain-lain. Agape akan menghantar kedua
calon suami-isteri mencapai keterbukaan, ketulusan, dan kesetiaan,
saling perhatian, serta meniadakan keegoan, yang nantinya sangat
dibutuhkan ketika mereka sudah menjadi keluarga.
Pertimbangan
dan persetujuan orang tua. Sesuai UU Perkawinan RI, laki-laki [berumur
di atas 19 tahun] dan perempun [berumur di atas 16 tahun] yang akan
melangsungkan perkawinan, tidak memerlukan izin orang tua. Akan tetapi,
dalam budaya ketimuran [khususnya di Indonesia] masih menghargai peran
orang tua pada hidup dan kehidupan anak, sebelum mereka membangun
keluarga. Oleh sebab itu, sebagai anak [dan anak-anak], masih
membutuhkan pertimbangan dan persetujuan orang tua kedua belah pihak.
Pada lingkungan kebudayaan tertentu di Indonesia, orang tua [bahkan
keluarga besar] tetap mempunyai andil cukup besar pada terbentuknya atau
tidak suatu perkawinan. Karena, pada konteks itu, perkawinan merupakan
pertemuan [menjadikan] dua kelompok keluarga besar dan marga. Sehingga,
mereka yang merupakan tetua dan dituakan oleh keluarga besar atau marga
patut memberikan persetujuan agar berlangsungnya suatu perkawinan. Dalam
kerangka seperti itu, jika mereka [laki-laki dan perempuan yang akan
melangsungkan perkawinan] datang dari latar belakang kebudayaan yang
berbeda, maka perlu melakukan suatu proses pengenalan unsur kebudayaan
masing-masing, yang menyangkut perkawinan. Orang tua hanya memberi
pertimbangan dan persetujuan sekaligus merestui, bukan memaksa dan
menjodohkan; mereka tidak boleh menolak sekaligus mengkesampingkan
pilihan dan kebebasan anak-anaknya.
Kesepakatan bersama untuk
pengabdian kepada TUHAN. Ada nilai religius dalam membangun keluarga.
Jika, seseorang [laki-laki dan perempuan] adalah jodohku, maka ia dan
aku akan mempunyai komitmen yang sama dalam iman, agama, dan peran-peran
spiritual lainnya, termasuk pendidikan iman anak dan anak-anak [jika
ada]. Dengan itu, jodoh yang relatif tepat adalah mereka yang seiman
atau seagama; satu gereja; mempunyai wawasan dan pandangan yang sama
mengenai agama.
Adanya ujian-ujian tertentu yang terjadi dalam
rangka mengetahui ia sebagai jodohku. Beberapa langkah-langkah ringan
dan sederhana [yang diberikan oleh Walter Trobisch] tentang hal
tersebut, antara lain
- Ujian penghargaan. Menghargai dan memberi nilai tinggi kepada karya dan kepribadian masing-masing pasangan.
- Ujian kebiasaan.
Pengenalan kepribadian antara saya dan dia, ternyata “ada kebiasan dia
yang saya tidak sukai, dan juga ada kebiasaan saya yang dia tidak
sukai.” Saya dan dia harus belajar dan berani membuang kebiasaan yang
jelek tersebut, untuk mencapai titik temu kebersamaan.
- Ujian pertengkaran.
Pengenalan antara saya dan dia, kadang muncul salah pengertian-salah
dengar-salah janji-tidak tepat waktu, dan lain-lain. Semua itu bisa
menimbulkan pertengkaran, tetapi bukan diakhiri dengan kebencian dan
dendam, namun memunculkan memaafkan dan menerima maaf, dan juga tidak
mengulang kesalahan yang sama.
Jika pada interaksi
bersama selama masa pacaran maka akan melahirkan berbagai kesamaan,
kecocokan, kesepadanan, apalagi jika ditambah lagi dengan mendapat restu
dan persetujuan orang atau, maka diteruskan ke jenjang pertunangan [dan
nanti menuju perkawinan atau pernikahan]. Ada beberapa hal penting yang
terjadi pada masa pertunangan [yang pada saat ini sudah menjadi trend],
antara lain
- Masa pertunangan pun
bukan sebagai arena uji coba dan penyaluran nafsu seksual; bukan
hubungan pra-nikah yang memberlakukan pasangan seperti layaknya suami
atau isteri.
- Pemeriksaan
kesehatan; laki-laki dan perempuan [yang telah atau sudah bertunangan],
tidak menutupi riwayat kesehatannya. Pemeriksaan kesehatan penting,
karena bisa saja pada salah satu pasangan tersimpan penyakit yang dapat
mengganggu perkawinan, misalnya tidak bisa mendapat anak; memunculkan
anak-anak dengan kelainan gen dan cacad; adanya potensi ganguan jiwa,
dan lain sebagainya. Tidak menutup memungkinan terjadi, bahwa hasil
pemeriksaan kesehatan berdampak pada putusnya pertunangan.
- Perencanaan tentang
hal-hal setelah pesta pernikahan, misalnya tempat tinggal, isteri tetap
bekerja atau tidak, jumlah anak, dan seterusnya.( dinda liana )
Demikianlah artikel
mengenai perbedaan pacaran dan tunangan semoga dapat bermanfaat bagi
kita semua,silahkan share artikel ini ke situs jejaring sosial facebook
atau twitter milik anda.